Duhai Sanak Kadangku,
Ketika kadang tersadar bahwa ” AGAMA ” yg selama ini diajarkan
hanyalah sebuah formalitas ritual ” KOSONG TANPA MAKNA BATIN ” kering
kerontang bak padang pasir di gurun Sahara . Bahwa AGAMA seakan-akan
hanyalah sarana seleksi untuk memasuki wilayah SURGA atau NERAKA
berdasarkan perintah banyak2 amal, sedekah, yg terkumpul dalam segebog
iming-iming ” seKARUNG PAHALA “.Buku-buku yang Sanak Kadang baca semuanya langsung menjelaskan tata
cara tanpa bisa menerangkan ” LANDASAN FUNDAMENTAL “. Apa arti
sebenarnya ini poro Sanak Kadangku??. Apakah kehidupan akan menjadi
SEDANGKAL ini hingga sampainya hari kematian kelak??. Dari buku-buku yg
Sanak Kadang baca itu didektekan bagaimana manusia diciptakan untuk
beribadah, tapi BERIBADAH yang seperti apa?? Bisakah Sanak Kadang tekun
menjalankan dan melaksanakan ibadah tanpa sedikitpun MEMAHAMI
MAKNANYA??.
Duhai Sanak Kadangku,
Ketika kita mulai berani JUJUR pada DIRI SENDIRI, bahwa Kitab-kitab
yg di Sucikan yg tak lain hanyalah sebuah ” KITAB GARING ” yg saat
Sanak Kadang membacanya terasa ABSTRAK, ACAK dan tak terjangkau
MAKNANYA. Sanak Kadang pasti akan bertanya-tanya, ketika Kitab GARING
tadi memanggil ” Wahai orang-orang yg BERIMAN “
benarkah KITA termasuk di dalamnya?? Apakah yg bisa MEMBUKTIKANNYA??
Dan ketika KITA tidak merasa lagi yakin bahwa KITA tidak termasuk di
dalam kelompok kaum yg disebutkan disana, ketika Kitab GARING tadi
berbicara tentang golongan manusia yg TERSESAT, maka KITA mulai
ramai-ramai berbondong-bondong dalam sederet ANTRIAN yg tanpa seorang
komando untuk mencari-cari sosok figur PANUTAN, orang yg dapat KITA
jadikan pembimbing kehidupan KITA untuk membukakan TABIR CAKRAWALA
KESADARAN sang PRIBADI. Maka mulailah KITA mengikuti berbagai ritual
KEAGAMAAN dalam bentuk PENGAJIAN ini dan itu…PELATIHAN SPIRITUAL ini
dan itu. Memaksakan diri untuk meraih SERPIHAN MAKNA yg mungkin
TERSERAK di dalamnya. Tapi ternyata, setelah sekian lama, KITA tidak juga memperolehnya.
Pada suatu titik kulminasi tertinggi, mulailah timbul berupa KEJENUHAN,
ada hujaman pertanyaan yg MENDOBRAK,MUNTAH SEMBURAT dan MUNCRAT
begitu saja keluar dari bibir KITA. Mengapa kata ” YESUS,MUHAMMAD ”
lebih banyak disebutkan dari pada ALLAH, ( Gusti kang Moho Suci,Sang
Hyang Widi dll ). Mengapa demi YESUS, MUHAMMAD dan bukan demi ALLAH (
Gusti kang Moho Suci, Sang Hyang Widi dll )??. Mengapa hanya mengingat
YESUS,MUHAMMAD dan seakan-akan melupakan Tuhan Pencipta Semesta Alam??
Dimanakah Sang Sumber URIP~HIDUP dari segala SUMBER itu
BERSINGGASANA??. Di LANGITkah??? di Hamparan Pantai kah??? di Lembah
Ngarai kah??? atau di Rumah rumah Ibadah itukah??? Dalam keterbatasan AKAL PIKIRAN kita dalam mencerna mengobrak abrik bayangan Angan angan dan Ilusi. Akhirnya mulailah KITA merindukan HAKEKAT KESUJATIAN DIRI yg
terserak di sela-sela hamparan Ilalang mengering. Tanpa KITA sadari,
mata ini mulai MELEK sedikit demi sedikit menatapi berbagai TINGKAH
POLAH isi Alam Semesta ini. Tanpa mampu bicara sepatah katapun, dengan
caranya ALAM membuat KITA paham bahwa tidak ada yg salah dalam
kehidupan selama ini. Alam menjelaskan bahwa semua kegagalan dan
kegelisahan ini hanyalah semata-mata sebuah panggilan sayang dari pada
Tuhan Pencipta Langit dan Bumi kepada KITA. Kenapa??? Agar KITA sadar dan MELEK bahwa KITA telah melupakan
HAKIKAT MAKNA kehidupan hingga tersesat menjauh dari jalan lurusnya.
Duhai Sanak Kadangku,
Resapilah….pada saat KITA telah sampai pada kematangan dan kesiapan
untuk membuka lebar-lebar jendela HATI sang PRIBADI lalu,…tiba tiba
saja… mak bejudhul…mak bedunduk… muncul berbagai pertanyaan…SIAPAKAH
AKU sebenarnya?? Untuk apa AKU terlahir di Alam KEGELAPAN ini?? Kemana
AKU kembali?? Manunggalkah, Nyawijikah?? Atau masih BERCERAI BERAI
menuntaskan PENYEMPURNAAN-Ku?? Tahukah AKU jalan kembali??? Tiba tiba
saja,…..Blaaaaaaaaaarrr….Jedhuuueeeeeeeerrrr….” Man arfa Nafsahu waqad
arafa Robbahu “…Kenalilah DIRIMU…URIPMU…HIDUPMU…maka engkau akan
MENGENAL sang SUMBER URIPMU~HIDUPMU.